Rosadi Jamani
Pascapencontrengan 9 April lalu, semestinya banyak orang cerita caleg terpilih sebagai wakil rakyat. Yang terjadi justru banyak orang cerita caleg stres, caleg habis modal, caleg bangkrut, caleg tinggalkan utang, dan sebagainya. Yang banyak diceritakan lagi soal kualitas Pemilu. Hampir sebagian orang sepakat bahwa Pemilu 2009 ini yang terburuk dan terbobrok pascareformasi. Bukti nyata pesta demokrasi tak berkualitas adalah banyaknya pelanggaran yang diadukan masyarakat ke Panwaslu. Bahkan, saat ini Gakumdu kebanjiran perkara pidana dan administrasi.
Sebelum Pemilu, banyak pemerhati demokrasi berharap lebih baik dibandingkan Pemilu sebelumnya. Harapan itu jauh meleset. Di samping banyaknya pelanggaran, partisipasi pemilih juga rendah. Penyebab utamanya banyak warga yang memiliki hak pilih tidak masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Ribuan orang marah karena namanya tak masuk DPT. Namun, lembaga penyelenggara Pemilu cuek bebek. Persoalan tersebut tidak bisa dipandang remeh. Seluruh media mulai mengarahkan bidikan untuk menyorot persoalan tersebut. Ada keinginan kuat, Pemilu gagal harus diulang. Mungkin keinginan itu berlebihan, namun itu sebuah kesimpulan pragmatis yang juga tidak bisa dianggap remeh.
Jika kualitas penyelenggaraan Pemilu, lantas apa bisa diharapkan oleh rakyat dari pesta yang sudah menghabiskan uang negara di atas Rp 40 triliun itu? Kasihan rakyat. Rakyat Indonesia hanya menjadi korban dari pertarungan ambisi para politisi. Sebenarnya, rakyat sudah jenuh dengan persoalan politik yang hanya menguntungkan segelintir orang saja. Yang diinginkan masyarakat saat ini adalah perbaikan kualitas hidup. Persoalan dasar bangsa ini (kemiskinan, lapangan kerja, pendidikan, kesehatan) seperti terabaikan. Sementara politik dengan cost tinggi itu lebih menonjol ketimbang persoalan dasar itu.
Negeri ini sudah dipenuhi ambisi politik. Dunia politik sepertinya sebuah lapangan kerja yang menawarkan banyak keuntungan dan kemewahan. Dunia politik banyak membuat orang terkesima. Tidak heran apabila setiap ada hajatan politik begitu banyak antusias masyarakat. Padahal, antusias masyarakat itu adalah sesuatu yang semu di tengah kemiskinan. Jujur harus diakui, rakyat di tengah situasi sulit sekarang sangat membutuhkan perbaikan ekonomi, bukan politik. Politik memang perlu, namun janganlah berbelit-belit, berlarut-larut, dan berulang-ulang.
Dominasi politik yang begitu tinggi membuat masyarakat banyak terbuai dalam mimpi-mimpi politik. Dalam bayangan rakyat, menjadi Dewan itu gaji besar, banyak fasilitas, bisa beli mobil dan buat rumah mewah. Bahkan, jadi Dewan bisa menjadi tonggak menuju kekuasaan (kepala daerah). Mimpi-mimpi itulah yang banyak memengaruhi masyarakat. Jangan heran, saat pencalegkan dulu begitu tingginya orang mau menjadi caleg. Kalau diukur kualitas individu dan finansial, mereka umumnya rendah. Banyak tak miliki kerja alias pengangguran.
Kembali kepada kualitas Pemilu yang anjlok, persoalan tersebut semakin membuat negeri ini jauh dari keinginan rakyat. Ke depannya rakyat hanya dijejali dengan persoalan politik. Pemerintah juga sibuk ngurus politik. Pada akhirnya persoalan pembangunan mendapatkan porsi sedikit. Jika sudah demikian, negeri ini hanya unggul dalam politik. Sementara bidang ekonomi, pertahanan keamanan, pertanian, pendidikan, kesehatan, Indonesia rendah di tengah percaturan dunia internasional.
Kita sudah telanjur berdemokrasi. Mau tidak mau atau suka tidak suka, kita harus merawat demokrasi yang lebih banyak merugikan rakyat itu. Kita hanya bisa berharap, Pemilu serupa atau sejenis harus lebih baik lagi dan menjadikan Pemilu terburuk itu sebagai pelajaran utama. Setelah Pemilu legislatif, sebentar lagi Pemilu Presiden (Pilpres). Sepertinya, sejuta masalah juga sudah menanti. Banyak pihak menginginkan, Pilpres jangan dulu digelar sebelum semua persoalan menyangkut DPT atau segala bentuk kecurangan diselesaikan dulu. Jika itu tidak diselesaikan, Indonesia akan dihantui persoalan politik yang tidak menguntungkan rakyat. Jangan ulangi lagi kesalahan serupa!
Kamis, 16 April 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar