Rosadi Jamani
Kasus dugaan korupsi DAK Diknas Pendidikan Kota Pontianak saat ini sedang disidangkan di Pengadilan Negeri (PN). Tersangkanya sedang dipenjarakan oleh Kejari. Awalnya kasus itu sempat diragukan banyak orang. Paling habis begitu saja. Dugaan itu meleset, ternyata kasus itu diselesaikan berdasarkan hukum yang berlaku di negeri itu. Kenapa kasus yang melibatkan pejabat tinggi Kota Pontianak itu bisa diseret ke PN, karena lembaga anti korupsi menggarapnya secara taktis dan strategis.
Kasus itu mencuat karena adanya laporan dari lembaga anti korupsi. Semua data dikumpulkan. Segala saksi dimintai keterangan. Setelah semua bukti dan saksi lengkap, lalu disusun dalam bentuk laporan resmi dan diajukan ke Kejari Kota Pontianak. Ketika itu dilaporkan ke Kejari, lembaga hukum itu tidak perlu susah-susah untuk memprosesnya. Dari laporan yang lengkap itu, Kejari bisa bergerak cepat untuk menangkapi pihak yang diduga memakan uang rakyat itu. Seperti itulah kinerja lembaga anti korupsi yang telah berjuang demi menyelamatkan negeri ini dari bahaya korupsi. Kemudian, upaya menggarap kasus korupsi itu tidak dilakukan sendirian, melainkan secara bersama-sama. Kalau sendirian, kasus itu sulit terkuak. Itu sebabnya, setiap kasus korupsi yang mencuat di media massa telah melewati kajian mendalam secara bersama oleh sejumlah lembaga anti korupsi.
Beralih ke kasus dugaan mark up besar-besaran pembebasan lahan komplek Kantor Bupati Sekadau yang diduga merugikan negara mencapai Rp 20,5 miliar itu, telah mencuat di Equator sejak 15 Maret lalu. Kasus itu sebenarnya sudah lama dan sudah dilaporkan ke Polda Kalbar 18 Maret 2006 lalu. Cuma, sampai saat ini perkembangan kasus itu jalan di tempat, alias tidak jelas. Alasan Polda sangat banyak. Salah satunya, tidak adanya hasil audit BPKP.
Karena berlarut-larut kasus itu, hal ini menimbulkan keraguan dari sejumlah lembaga anti korupsi di Kalbar bahwa Polda tidak bisa menyelesaikan kasus besar. Keraguan itu menyebabkan sejumlah lembaga anti korupsi berembuk. Mereka mencari jalan terbaik untuk menyeret para koruptor itu ke penjara. Lalu, diambilah langkah melaporkan kasus itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pihak lembaga anti korupsi yang ada di Kalbar menyimpulkan, untuk menggarap kasus yang banyak melibatkan pejabat tinggi tidak bisa sendirian. Kasus itu mesti “dikeroyok” bersama-sama. Kemudian, mainnya juga tidak bisa lagi di Kalbar, melainkan di Jakarta. Di Kalbar sudah tidak bisa lagi diharapkan kasus itu bisa tuntas. KPK sudah menerima laporan kasus itu. Cuma, perlu ada langkah strategis yang mesti dilakukan agar kasus itu menjadi prioritas oleh KPK. Selain itu, kasus tersebut masih ditangani Polda. Lembaga anti korupsi berencana mendesak Kapolri menyerahkan kasus itu ke KPK. Tujuannya agar proses itu menjadi cepat. Untuk mendesak Kapolri atau KPK agar menjadikan kasus itu prioritas butuh perjuangan tingkat tinggi. Di sinilah perlu strategi yang sedang dirancang lembaga anti korupsi.
Harus kita akui, perjuangan untuk menjebloskan pejabat ke penjara sangat berat. Kenapa pencuri ayam dengan mudah dijebloskan ke penjara, sementara pejabat sulit? Pertanyaan itu sering muncul di masyarakat. Penyebabnya, pencuri ayam itu tak beduit, tak ada backing, tak ada preman dan tak ada power. Sementara pejabat itu memiliki segala kekuatan. Itu sebabnya, perjuangan untuk mengkerangkeng para pejabat tinggit perlu kerja ekstra dan keberanian luar biasa. Untuk memperjuangkan itu jelas tidak bisa sendirian.
Kita berkeyakinan, siapapun yang telah memakan uang rakyat, harus dipenjara. Kalau tidak tahun ini, tahun depan. Kasus itu sudah dilaporkan ke KPK, dan tidak mungkin KPK mem-peties-kannya. Sekarang, tugas dari lembaga anti korupsi mengawal kasus itu agar cepat diproses KPK. Kalau kasus itu tidak dikawal jelas akan memakan waktu lama. Perlu kesabaran menanti kasus itu agar cepat diproses KPK. Memang seperti itulah hukum di negeri ini, tidak ada yang cepat.*
Kamis, 16 April 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar