Kamis, 05 Maret 2009

Jasa Guru yang Tak Bisa Dilupakan

Rosadi Jamani

Muhammad Nasir, Kepala SMPN 03 Batu Ampar meninggal dunia ketika sedang mengikut Musyawarah Kerja Kepala Sekolah di Rasau Jaya, 4 Maret 2009. Seluruh elemen pendidikan di Kabupaten Kubu Raya berduka. Pejuang pendidikan yang telah banyak memberikan jasa kepada orang itu meninggal dalam tugas. Sebuah kematian yang diidamkan oleh siapa saja, sangat menyejukkan, meninggalkan berbagai kebaikan dan jasa kepada orang lain. Muhammad Nasir memang telah tiada, namun jasa, nasihat, pemikiran tetap akan dikenang oleh siapa saja yang pernah diajar olehnya.

Guru bisa dikatakan profesi paling mulia di dunia ini. Lewat tangan, didikan dan bimbingan seorang gurulah yang menyebabkan ada orang pintar di dunia ini. Lewat kiprah gurulah ada orang hebat, orang cerdas, orang tersohor di dunia ini. Bisa dibayangkan jika dunia ini tidak ada guru, pasti “gelap gulita”. Yang ada hanya orang-orang bodoh, preman, penjahat, koruptor, pembunuh, dan profesi jahat lainnya.

Guru adalah orang yang mengajarkan nilai, norma, moral dan idealisme kebaikan lainnya. Kalau ada guru mengajarkan keburukan, mengajak anak didiknya berbuat jahat, itu bukan guru namanya, melainkan otaknya penjahat. Apakah ada guru seperti itu? Pasti ada, yaitu bosnya penjahat.

Kalau kita melihat fenomena di dunia pendidikan, kenapa banyak siswa terlibat kejahatan, berantem, tawuran, suka bolos, merokok, pesta seks, pecandu narkoba, urak-urakan, main play station di saat jam sekolah. Apakah gurunya juga demikian? Sekali lagi, tidak ada guru yang mengajarkan siswanya perbuatan-perbuatan tidak bermoral. Lantas, siapa yang mengajarkan siswa berbuat amoral itu? Untuk menjawab pertanyaan ini, banyak hal atau dimensi yang diperhatikan.

Ada guru datang ke sekolah, lalu mengajar, setelah apa yang diajarkan habis (berdasarkan kurikulum), tugasnya selesai dan kembali ke rumah. Persoalan ada siswa paham atau tidak, itu bukan urusan si guru tersebut. Tiba waktunya ujian. Kalau siswa mendapatkan nilai di atas tujuh, berarti siswa itu bagus. Kalau dapat dinilai di bawah itu, berarti siswa itu bodoh. Jadi, penilaian siswa baik atau tidak berdasarkan nilai kuantitatif itu. Masalah nilai, apakah siswa di luar itu kelakuannya bagus atau tidak, itu bukan urusan guru lagi. Guru hanya menjalankan tugas di dalam kelas. Di luar itu, bukan tanggung jawab guru lagi. Guru seperti inilah yang dinamakan hanya sekadar menggugurkan kewajiban saja.

Kita khawatir banyak guru yang hanya menggugurkan kewajiban saja. Mereka memang aktif ngajar, tapi tidak peduli terhadap kelakuan atau akhlak siswanya. Masalahnya, akhlak itu tidak ada diajarkan di sekolah.

Semestinya, guru tidak sekadar transfer of knowledge (memindahkan ilmu pengetahuan) tapi juga transfer of value (memindahkan nilai). Kalau hanya sekadar memindahkan ilmu pengetahuan sangat gampang. Kalau dulu anak-anak disuruh mencatat pelajar dari bab I sampai bab terakhir. Lalu, apa yang dicatat itu disuruh hafalkan. Sekarang, anak-anak disuruh mengkopi pelajar dari laptop guru ke flash disk, lalu dipelajari di rumah. Kalau masih kurang, bisa cari di internet. Yang dikejar hanyalah nilai kuantatif. Alangkah baiknya, dalam transfer of knowledge itu disisipkan transfer of value. Siswa juga diajarkan budi pekerti, akhlak yang baik dan moralitas. Kita siswa menguasai ilmu pengetahuan, dia juga menguasai nilai kebaikan. Tujuannya, agar ilmu yang didapatkan bisa dimanfaatkan untuk kebaikan orang lain. Kita berharap, guru mengutamakan mengajarkan nilai kepada siswanya. Guru yang baik pasti akan selalu dikenang oleh siswanya maupun orang lain. *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar