Rosadi Jamani
Pada era Orde Baru, Kalbar hanya tujuh daerah tingkat II (kabupaten/kota) yakni Sambas, Kabupaten Pontianak, Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu, Ketapang dan Kota Madya Pontianak. Begitu era reformasi muncul dan terbitnya undang-undang otonomi daerah, banyak daerah ingin membentuk kabupaten/kota sendiri. Maka, lahirlah Kabupaten Landak, Bengkayang, Melawi, Sekadau, Kota Singkawang, Kayong Utara dan terakhir Kubu Raya. Jadi, saat ini Bumi Khatulistiwa sudah memiliki 14 kabupaten/kota.
Sudah cukupkah itu jumlah kabupaten/kota yang ada itu? Ternyata belum. Sejumlah daerah masih ngotot untuk membentuk kabupaten sendiri. Tidak tanggung-tanggung, Kabupaten Sanggau, Sekadau, Melawi, Sintang dan Kapuas Hulu ingin memisahkan diri dari Kalbar dan membentuk Provinsi Kapuas Raya. Upaya pembentukan ini masih berlangsung. Seluruh persyaratan telah dipenuhi. Katanya, tinggal pengesahan saja. Sayang, sepertinya tahun ini Kapuas Raya belum bisa disahkan mengingat orang-orang di Istana Negara dan Senayan sedang disibukkan Pemilu dan Pilpres. Oke, Kapuas Raya tinggal selangkah lagi, namun faktanya sampai sekarang memang belum terbentuk.
Belum juga itu terwujud, tiba-tiba muncul aspirasi lain dari Ketapang. Ada masyarakat yang ingin daerah menjadi kabupaten baru. Tidak hanya satu, melainkan dua kabupaten baru. Belum juga prosesnya sampai ke Dewan atau direspons Bupati Ketapang, muncul lagi wacana untuk menjadikan Ketapang sebagai provinsi baru. Ada caleg untuk DPR RI siap pasang badan untuk memperjuangkan Ketapang jadi provinsi. Tapi, dengan catatan terpilih sebagai anggota DPR RI.
Belum hilang cerita pembentukan kabupaten dan provinsi baru itu, muncul lagi pembentukan Kabupaten Tayan dan Sekayam. Sanggau yang pernah melahirkan Sekadau, sekarang harus dipaksa melahirkan untuk dua anak baru, Tayan dan Sekayam. Upaya tersebut sangat serius, dan pekan depan akan dilakukan paripurna.
Sebelum ini juga ada muncul upaya pembentukan kabupaten baru di Landak. Panitia sudah terbentuk. Mereka siap-siap melakukan gebrakan agar Bupati dan Dewan mau meneken persetujuan. Tahun sebelumnya juga ada muncul di Kabupaten Sambas, ada warganya ingin membentuk Kabupaten Sambas Pesisir dan Sambas Utara. Namun, semangat pembentukan itu melemah, dan sudah tidak lagi kedengaran. Sementara itu, di Kapuas Hulu juga ada daerah yang ingin membentuk daerah otonomi baru. Lalu, di Bengkayang yang baru lahir kemudian dipaksa melahirkan Kota Singkawang, juga pernah muncul semangat sama, membentuk Kabupaten Sungai Raya.
Jadilah semua itu sebagai demam pemekaran. Timbul pertanyaan, kenapa muncul demam pemekaran seperti itu? Ada dua kemungkinan, pertama karena pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten tidak pandai menjalankan roda pemerintahan. Tidak pandai membagi kue pembangunan. Hal ini menyebabkan “kemarahan” dari daerah yang ingin membentuk provinsi atau kabupaten baru ini. Coba perhatikan alasan mereka selalu menyatakan tidak diperhatikan. Lebih ekstrem dianaktirikan. Atau sumber kekayaan hanya diambil, tapi tidak ada kontribusi buat daerahnya. Kedua, karena ingin bagi-bagi kekuasaan. Dengan adanya provinsi atau kabupaten baru, paling tidak peluang elite politik di daerah akan besar. Terlepas dari itu semua, pembentukan daerah baru sebenarnya tidak ada yang rugi. Kita ingin tanya, siapa yang dirugikan di situ, tidak ada. Pemerintah pusat katanya kesulitan bagi-bagi APBN. APBN itu porsinya lebih baik dibagikan ke daerah, dari pada terus digarap orang-orang pusat. Jakarta itu sudah sumpek dan sebentar lagi tenggelam. Jawa itu sudah penuh dengan pembangunan. Jadi, jangan terpengaruh moratorium pemekaran daerah. Itu hanya akal-akalan pusat untuk tetap mendapatkan kue APBN yang besar.*
Rabu, 11 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar