Kamis, 12 Februari 2009

Selalu Petani Jadi Korban

Rosadi Jamani

Kalbar memang memiliki areal perkebunan sangat luas. Cuma, areal tersebut masih banyak dimiliki petani. Banyak perusahaan perkebunan kelapa sawit mengincar areal tersebut. Kebanyakan perusahaan itu memang berhasil meyakinkan petani agar tanahnya bisa dijual, disewa atau sistem bagi hasil. Jadilah Kalbar sebagai salah satu provinsi penghasil sawit terbesar di Indonesia.
Ketika Kalbar menjadi penghasil sawit, apakah para petani yang telah merelakan tanahnya ditanami sawit itu, sejahtera? Pertanyaan ini akan menghasilkan dua jawaban, sejahtera dan tidak sejahtera. Kalau pihak perusahaan disuruh menjawabnya, pastilah dibilang sejahtera. Tapi, bagi petani, pasti menjawab tidak. Hasil sawit kebanyakan untuk membayar cicilan serta biaya hidup sehari-hari. Jangan ngomong lebih, banyak petani justru kekurangan.
Pada 11 Februari lalu, Bupati Ketapang beserta jajarannya membawa perwakilan petani plasma PT Benua Indah Grup (BIG) ke Gedung DPRD Kalbar. Pihak bupati sepertinya sudah tidak mampu menyelesaikan persoalan PT BIG itu dengan para petaninya. Mereka mengadu ke Dewan agar persoalan mereka bisa diselesaikan. Pihak Dewan berjanji akan memanggil pihak penyandang dana (bank), perusahaan, petani, serta pihak yang berkompeten, termasuk juga Gubernur Kalbar untuk menyelesaikan persoalan itu. Dari seluruh pihak yang berkompeten itu, justru petani yang jadi korban. Bayangkan, sudah empat bulan mereka tidak digaji perusahaan.
Pihak perusahaan selalu ada alasan untuk tidak membayar gaji petani. Krisis keuangan global selalu menjadi alasan. Persoalannya sangat rumit dan butuh waktu panjang untuk menyelesaikannya. Itupun tergantung dari pihak perusahaan, serius atau tidak. Kalau serius, persoalan itu akan cepat selesai. Kalau tidak, justru melakukan konspirasi dengan pejabat, wakil rakyat atau penegak hukum, persoalan itu pasti berlarut-larut. Lagi-lagi petani akan menjadi korban.
Dalam kasus seperti itu, di mana letak kesejahteraan petani? Padahal, saat perusahaan itu baru mau masuk ke Ketapang, janji manisnya sangat luar biasa. Siapapun orangnya akan tergiur. Maklum, yang dijanjikan selalu pendapatan yang besar. Petani yang memang kebanyakan hidup melarat, hanya memiliki tanah. Dengan janji itu sangat tergiur. Perusahaan akan mengolah tanah itu menjadi kebun sawit. Ketika sudah berbuah, hasil keuntungan dibagi dengan perusahaan dan petani. Begitu buah itu memang mendatangkan hasil, biasanya pihak perusahaan memiliki tabiat lain. Dalam pikiran perusahaan biasanya, bagaimana hasil sawit itu lebih banyak untuk perusahaan. Sementara petani biarlah sisa-sisanya. Jangan heran apabila ada perusahaan menunda-nunda konversi lahan. Ada saja alasannya. Konversi baru dilakukan setelah buah sawit sudah puas mereka ambil.
PT BIG contoh suram dunia investasi di bidang perkebunan sawit. Kita berharap, setelah PT BIG, tidak ada lagi perusahaan yang ribut dengan petaninya. Saatnya petani untuk disejahteraakan. Kalau petani sejahtera, perusahaan juga yang diuntungkan. Sebaliknya, kalau petani sering dibodohi, justru itu akan merugikan pihak perusahaan sendiri.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar