Oleh Rosadi Jamani
Sekitar tahun 2001, ketika itu saya masih menjadi wartawan olahraga di Harian Equator. Hampir tidak ada satupun cabang olahraga yang luput dari liputan saya. Semua mendapatkan porsi sama. Namun, di antara sekian banyak cabang olahraga, cabang tenis lapangan yang rasanya sangat berkesan bagi saya ketika itu. Walaupun saya tidak pandai main tenis, tapi saya sangat senang meliput cabang yang masih ber-image olahraga orang kaya itu.
Apa yang membuat saya terkesan? Tenis ketika digarap penuh semangat dan serius oleh pengurusnya. Cabang olahraga lain, paling besar hanya tingkat lokal. Tapi, tenis ketika itu digarap secara nasional. Ada lagi yang menarik, tenis digarap secara massal. Tidak hanya untuk orang dewasa, melainkan anak-anak di tingkat SD. Saat itu ada namanya tenis mini. Cukup ada lapangan di sekolah, apakah itu tanah, semen atau aspal tidak masalah. Lapangan itu dikasih garis mengikuti luas dan lebar lapangan tenis mini. Oleh pengurus tenis, sekolah disumbangkan bola dan tenis mini. Hampir setiap sekolah dasar mendapatkan bantuan itu.
Tenis ketika itu benar-benar massal. Gairah orang untuk bermain tenis sangat tinggi. Dari program pemassalan tenis di tingkat SD membuahkan hasil manis. Di tingkat nasional, Kalbar berhasil juara. Mungkin itulah pertamanya kalinya Kalbar bisa mengukir prestasi nasional. Sang juara tenis mini saya blow up besar-besar di halaman olahraga. Tidak cukup itu, si pemain tenis itu saya wawancarai khusus. Beritanya satu halaman penuh.
Kemudian, satu hal lagi yang membuat berkesan, pengurus tenis ketika itu berhasil mendatangkan pengurus International Tennis Federation (ITF) asal Inggris berdarah India, Suresh Menon di Pontianak. Saya kaget, kok bisa orang sekelas Suresh Menon didatangkan pengurus tenis selevel Kalbar. Saya benar-benar menjadikan kedatangan Suresh sebagai berita utama. Dari sebelum kedatangan sampai dia kembali ke negaranya, saya liput secara serius. Apalagi ketika dia memberikan coaching clinic ke pemain junior, itu adalah berita penting bagi saya.
Setelah itu, ada lagi kedatangan mantan ratu tenis Indonesia , Yayuk Basuki. Juga hadir Romana Teja Kusuma dan Martina Wijaya, Tintus Aribowo, Wyne Prakhusya. Tidak satupun aktivitas mereka saya lewatkan. Saya beritakan dengan harapan bisa menjadi motivasi bagi seluruh petenis di Kalbar. Jadi, ketika itu, tenis benar-benar hidup. Bahkan, bisa saya katakan era tahun 2001 itu, era kejayaan tenis di Kalbar.
Tiba-tiba terjadi pergantian pengurus tenis di tingkat Kalbar. Ketika awal kerja pengurus baru ini, jalannya perkembangan tenis seperti biasa. Namun, beberapa bulan kemudian, terjadi intrik antar pengurus. Kondisi ini membuat perkembangan tenis Kalbar sedikit demi sedikit mulai mundur. Hampir tidak ada kegiatan tenis yang layak untuk diberitakan.
Pas ketika itu saya dimutasikan ke Biro Landak. Semenjak menjadi Kepala Biro Landak liputan saya tidak lagi di olahraga, melainkan di seluruh bidang. Areanya tidak lagi di Pontianak , melainkan hanya Landak saja. Semenjak itu, hubungan saya dengan pengurus tenis di Kalbar terputus. Semenjak itu juga liputan untuk cabang tenis sangat sepi. Wartawan olahraga pengganti saya juga merasakan bahwa hanya cabang tenis miskin kegiatan. Dalam satu satu, berita tentang tenis bisa dihitung dengan jari. Ini membuktikan bahwa tenis benar-benar terpuruk ketika itu.
Sekitar empat tahun di Landak, saya dipromosikan menjadi redaktur olahraga. Sayapun ditarik dari Landak ke Pontianak lagi. Tahun 2001 lalu saya berstatus wartawan olahraga. Empat tahun kemudian saya kembali ke Pontianak dari Landak dengan status redaktur olahraga. Sebagai langkah awal, saya sedikit bernostalgia dengan kawan-kawan pengurus olahraga yang dulu dekat. Satu per satu saya silaturahmi dengan para pengurus olahraga. Di antara pengurus, ada yang lupa dengan nama saya. Mungkin karena terlalu lama berada di Landak. Termasuklah pengurus tenis Kalbar juga saya kunjungi ke rumahnya. Dia senang saya berkunjung ke rumahnya. Saya bilang, jika ada kegiatan tenis, tolong ditelepon saya. Nanti, anak buah saya yang akan meliputnya. Setelah itu, saya tunggu-tunggu tidak ada telepon dari pengurus itu. Saya berpikir, mungkin tidak ada kegiatan yang membuatnya tidak telepon.
Kurang lebih satu tahun saya menjadi redaktur olahraga, rasanya tidak pernah saya mengedit berita tenis. Di sini membuktikan bahwa tenis Kalbar benar-benar berada di dasar kemunduran. Zulkarnaen Rustam, seorang pelatih tenis yang sangat kenal, biasanya sering menelepon apabila ada kegiatan tenis. Semenjak jadi redaktur, Zulkarnain juga tidak pernah menelepon. Saat ketemu, dia bilang memang tidak ada lagi turnamen, coaching clinic atau pemusatan latihan. Semua vacuum.
Pada 9 Februari, sekitar pukul 20.00, tiba-tiba hand phone saya berdering. “Hallo, dengan Pak Rosadi, ya?” kata orang di ujung telepon. “Ya, benar, dengan siapa, ya?” tanya saya balik. “Dengan Pak Eddy, yang dulu kita sama-sama aktif di tenis,” jawabnya. “O, ya! Pak Eddy, saya ingat, gimana kabarnya Pak Eddy?” tanya saya lagi. “Baik-baik, aja!” jawabnya.
Saya dan Pak Eddy-pun terlibat pembicaraan di hand phone cukup panjang. Salah satu yang dibicarakan adalah mengenai web tenis Kalbar. Dia mengatakan telah membuat web tenis dengan tujuan, pemerhati dan pencinta tenis bisa membaca web itu. Setiap perkembangan tenis akan ditampilkan di web itu. Saya coba buka web itu, dan saya melihat terjadi perubahan pengurus. Saya baru tahu telah terjadi pergantian pengurus. Ketuanya, Chairil Effendi yang juga Rektor Untan. Nama Pak Eddy juga ada. Dia menjabat sebagai ketua bidang pengembangan dan pemassalan. Cuma, ada beberapa bagian yang masih kosong.
“Memang masih banyak kosong, Pak Rosadi! Itu sebabnya saya telepon Pak Rosadi dengan harapan bisa membantu mengisi web itu agar penuh dengan berita tentang tenis,” kata Pak Eddy. “Baiklah, saya coba bantu. Kapan kita bisa ketemu?” tanya saya. Kamipun bicara janji untuk ketemu. Saya juga kangen dengan Pak Eddy. Saya tahu dia memang concern memajukan tenis. Dia rela berkorban untuk tenis. Dia bisa menggunakan link internasionalnya untuk membangun tenis Kalbar. Saya tahu dia adalah dosen Teknik Untan alumni luar negeri.
Pada 11 Februari, saya dan Pak Eddy ketemu di salah satu warung di Jalan Zainudin Pontianak sekitar pukul 14.00. Dalam pertemuan itu kami mencoba mengulang nostalgia tenis tahun 2001 itu. Dia mengakui, tahun itu adalah tahun kebangkitan tenis Kalbar. Sayang, dia tidak akur dengan pengurus pada waktu itu membuatnya enggan membantu memajukan tenis.
“Sekarang, kita sudah jadi pengurus. Kebetulan saya dan Pak Chairil sangat dekat. Bahkan, tahun kemarin (2008, red) kami sempat jalan-jalan ke Eropa untuk melihat perkembangan tenis di sana . Saya memang akur dengan Pak Chairil. Inilah saatnya kita kembali bangkitkan tenis, seperti kita dulu lagi,” jelas Pak Eddy sambil menyantap sepiring Somai Bandung dan es ketan.
Pak Edi yang juga seorang pengusaha lampu listrik ternama di Kalbar ini menjabarkan secara umum program kerja yang akan dijalankannya. Salah satu program utamanya akan kembali memassalkan tenis mulai dari tingkat SD. Dia mencontohkan, jika 30 ribu SD di Kalbar ada program tenis lapangan, berapa banyak atlet tenis yang dihasilkan. Sekolah itu akan dibantu raket dan bola. Guru olahraganya diberikan pelatihan. Dalam satu sekolah, cukup 10 anak saja. Bisa dibayangkan jika tiap SD menghasilkan 10 pemain tenis mini, bisa menghasilkan 300 ribu pemain. Setelah itu dibentuk klub tenis mini di setiap daerah. Lalu, para pemain itu diadu secara regular setiap bulan atau triwulan.
“Saya yakin dengan program tenis mini ini, kita bisa seperti tahun 2001 lalu. Kita bisa kembali meraih juara nasional. Kita akan mulai dari tenis mini dulu. Saya yakin inilah era baru tenis di Kalbar. Reborn tenis mini atau tenis mini lahir kembali,” papar Pak Edi penuh semangat.
Dalam angan-angannya, apabila tenis mini terwujud, dia akan mengusulkan ke Pelti pusat untuk menjadi Kalbar tuan rumah nasional. Bahkan, dia berangan akan menggelar tenis mini terpanjang di Indonesia yang nantinya masuk MURI. Pokoknya, banyak angan-angan yang disampaikannya. Saya sangat tertarik, karena apa yang disampaikannya penuh strategi, taktis dan hebat.
“Kita pengurus memang baru saja dilantik, namun belum menyusun program. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini, kita akan menggelar rapat kerja untuk menyusun program. Setelah program itu tersusun, barulah kita mulai kerja,” papar Pak Edi.
Tanpa terasa, satu jam sudah saya dan Pak Edi ngobrol soal tenis. Hand phone saya berdering nada panggilan masuk. Ternyata istri saya minta dijemput. Sayapun mohon maaf ke Pak tidak bisa melanjutkan pembicaraan, saya mesti menjemput istri tercinta.
“Nanti kita lanjutkan lagi Pak Edi. Pokoknya, saya siap membantu mempublikasikan tenis seperti saat saya masih jadi wartawan olahraga. Yang penting, ditelepon saja saya, nanti anak buah diutus untuk meliput,” pesan saya ke Pak Edi. Diapun mengatakan berterima kasih ikut kembali peduli kepada tenis. “Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan memajukan tenis di daerah kita sendiri,” ucapnya.
Reborn tenis mini sudah saatnya bangkit di Bumi Khatulistiwa. Sudah lama cabang olahraga ini tidur. Saatnya Kalbar menghasilkan atlet tenis yang bisa mengharumkan nama Kalbar. Bila perlu dari Kalbar, atlet tenisnya bisa mengharumkan Indonesia di tingkat nasional. Terkesan muluk-muluk, memang. Namun, selama pengurus tenis serius dan sungguh-sungguh, cita-cita besar itu pasti akan terwujud. *
Rabu, 11 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar