Selasa, 24 Februari 2009

Mutasi atau Deportasi

Rosadi Jamani

Kapolda Kalbar Erwin Sinambela baru saja melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Mapolres Landak. Dalam kunker perdananya ke negeri intan itu ada sesuatu yang menarik. Tidak hanya sekadar kunker tapi mengumumkan bahwa dua perwira di Mapolres Landak itu, yakni Wakapolres dan Kasatreskrim akan dimutasi. Menurut Erwin, keduanya bukan dicopot tapi dimutasi. Dalam dunia polisi, dimutasi itu hal biasa. Ungkapan tersebutlah yang cukup menarik untuk disoroti.

Kenapa polisi sangat sulit untuk berkata jujur dan transparan dengan masyarakat? Kenapa selalu mencari alasan-alasan yang sifatnya hanya menutup kesalahan? Katakanlah dengan jujur dan bertanggung jawab, sepertinya mulai susah diucapkan oleh polisi. Dalam kasus mutasi dua perwira tersebut bagi masyarakat Landak, itu bukan mutasi melainkan deportasi.
Tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api. Melihat ke belakang, ada rentetan kejadian yang mencoreng institusi korp baju cokelat itu. Ada kejadian penganiayaan dan penodongan empat warga Ngabang oleh 15 anggota Dalmas. Oleh polisi, kasus itu dibantah bahwa tidak ada penodongan dengan pistol dan telah terjadi damai dengan pihak keluarga korban. Bahkan, satu orang pelaku sudah diperiksa. Bantahan polisi tersebut justru mengundang amarah besar dari pihak korban. Polisi bohong. Mereka lalu melapor ke Polda Kalbar minta tuntaskan kasus penganiayaan dan penodongan itu. Mereka tidak mau lagi mendengar penjelasan Polres karena dinilai lebih banyak bohongnya ketimbang benarnya.

Setelah lapor ke Polda, Propam diturunkan untuk memeriksa pelaku penganiayaan dan penodongan itu. Ternyata, bukan satu orang yang diperiksa, melainkan 15 orang. Awalnya hanya satu yang diperiksa, tapi begitu propam turun menjadi 15 orang. Lagi-lagi, Polres berbohong. Kejadian selanjutnya, sekitar 100 warga Ngabang menggelar unjuk rasa ke DPRD Landak. Mereka menuntut polisi benar-benar menegakkan aturan. Polisi dinilai banyak mengkomersialkan hukum. Pelaku dan barang bukti ditangkap, tapi tidak beberapa lama dilepas. Jarang kasus penangkapan seperti ilegal logging, emas, miras yang berujung ke pengadilan. Bahkan tuntutan dari pendemo itu minta sejumlah perwira di Polres itu angkat kaki dari Landak. Para perwira itu tidak becus sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat.

Melihat rentetan kejadian itu, pada 23 Februari 2009, tiba-tiba Kapolda datang ke Polres Landak. Di Mapolres yang tidak jauh dari DPRD Landak itu, Kapolda mengumumkan bahwa Wakapolres dan Kasatreskrim dimutasi ke Polda. Sekali lagi, dia bilang mutasi itu adalah hal wajar dalam dunia kepolisian. Lagi-lagi masyarakat kecewa dengan sikap tidak jujurnya polisi dalam hal ini. Kedua perwira itu mereka nilai bukan dimutasi, melainkan dideportasi. Warga Landak menilai dua perwira itu banyak mencoreng nama baik polisi.

Tentunya, semua itu adalah pelajaran berharga buat polisi itu sendiri. Masyarakat tidak bisa lagi dibodohi begitu saja. Polisi memang penegak hukum resmi di negeri ini. Tapi, bukan berarti boleh sewenang-wenang dengan masyarakat. Masyarakat itu punya mata, telinga dan hati. Perbuatan yang melanggar hukum dilakukan penegak hukum, jangan dikira masyarakat diam dan pura-pura tutup mata. Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh polisi, itu akan menjadi referensi bagi masyarakat. Untuk itu, jika polisi ingin berkawan dengan masyarakat, jangan sakiti hati mereka.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar