Rosadi Jamani
Apakah ada anak perempuan anda bekerja di Malaysia? Apakah pernah berpikir bahwa anak anda itu tidak menjadi pelacur? Soalnya, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalbar memprediksi tidak kurang 75 persen tenaga kerja wanita (TKW) yang bekerja di negeri jiran bekerja di sektor pelacuran. Jika prediksi itu benar, berarti hanya 25 persen saja TKW yang benar-benar bekerja di tempat yang benar. Angka 75 persen TKW menjadi pelacur itu tentunya sangat fantastik.
Siapapun orang tuanya, tidak mau anak perempuannya menjadi pelacur. Jadi perempuan penghibur untuk pria hidung belang itu adalah pekerjaan hina. Selain dilarang agama, juga bertentangan dengan moral masyarakat. Seorang ayah atau ibu pasti akan marah besar apabila diketahui anaknya menjadi pelacur. Bukan nama orang tua yang tercemar, melainkan nama keluarga besar.
Tapi, pernahkah seorang ayah atau ibu melacak keberadaan anaknya yang bekerja di Malaysia? Paling mereka hanya mengetahui anak bekerja dari teman-temannya yang kebetulan balik kampung. Atau, lewat telepon selular. Dibilang bekerja jadi pembantu, di rumah makan atau di restoran, orang tua pasti percaya. Apalagi kalau setiap bulan ada kiriman uang dalam jumlah besar semakin menghilangkan kecurigaan. Orang tua hanya tahu anaknya bekerja di Malaysia saja.
Kalau tadi tidak ada ayah atau ibu menginginkan anaknya menjadi pelacur, begitu juga seorang anak perempuan. Dia pasti tidak menginginkan pekerjaan super hina itu. Dia juga ingin bekerja yang tidak dilarang agama dan tidak melanggar norma masyarakat. Tapi, kenapa sampai 75 persen TKW bekerja di sektor penuh berahi itu.
Ada benang merah kenapa banyak TKW lebih banyak bekerja jadi pelacur. Disnakertrans sendiri mengungkapkan, TKW tersebut masuk bekerja ke Malaysia secara ilegal. Sementara yang legal dipastikan bekerja di tempat terhormat. Yang menjadi persoalan, praktik mempekerjakan TKW secara ilegal sangat marak. Banyak calo gentayangan mencari mangsa sampai ke pelosok-pelosok kampung.
Perempuan yang menjadi sasaran utama adalah yang baru tamat SMP atau SMA dari keluarga tidak berada (miskin). Modus operandinya, seorang calo datang ke rumah orang tua si perempuan. Di rumah itu, orang tua ditawarkan pekerjaan untuk anak perempuannya bekerja di Malaysia. Gajinya berkisar Rp 2 jutaan lebih. Orang tua tidak perlu khawatir biaya pembuatan parpor dan biaya transportasi serta penginapan. Seluruhnya ditanggung calo. Yang penting anak diizinkan bekerja ke Malaysia, itu saja.
Jika sudah mendapatkan izin dari orang tua, si calo akan membawa anak perempuan itu untuk mengurus paspor. Setelah semua administrasi lengkap, anak perempuan itu siap diberangkatkan. Orang tua dikasih biaya untuk meyakinkan bahwa anaknya memang benar dibawa ke Malaysia untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Membawa anak perempuan keluar dari Kalbar itu salah satu keberhasilan besar bagi calo.
Biasanya, sebelum sampai ke Malaysia, di Entikong perempuan itu “dikerjakan” dulu oleh calo beserta bosnya. Sering kita mendengar TKW kabur dari tempat penampungan di Entikong. Mereka mau diperkosa bahkan harus meladeni sejumlah pria hidung belang sebelum dibawa ke Malaysia. Setelah itu, perempuan itu dibawa masuk ke Malaysia untuk dipekerjakan di klub-klub malam dan harus melayani para tamu. Dalam kondisi seperti ini, TKW tidak berdaya. Mereka mau kabur tidak bisa dan penuh risiko. Mau bilang ke orang tua bahwa dia bekerja di klub malam atau jadi pelacur, jelas tidak mungkin. Satu-satunya cara untuk membahagiakan orang tuan adalah berbohong. Bilang ke orang tua bahwa dia memang bekerja jadi pembantu rumah tangga.
Ciri-ciri TKW yang bekerja jadi pelacur, jarang pulang kampung. Bahkan, ada yang hanya ngirim berita dan kiriman uang saja. Kemudian, tidak kawin-kawin. Sementara kawan-kawan seangkatannya sudah pada kawin. Alamat bekerjanya tidak diketahui kawan-kawan satu kampungnya yang kebetulan juga bekerja di Malaysia. Orang tuanya tahu bahwa anaknya bekerja jadi pembantu rumah tangga atau di restoran.
Jika demikian halnya, siapa yang pantas disalahkan? Disnakertrans bisa juga disalahkan karena kurang melakukan sosialisasi soal bekerja keluar negeri. Bisa juga orang tua yang dengan mudah mempercayakan kepada calo. Bisa juga kepada si anak yang tidak selektif. Semuanya bisa salah. Namun, satu hal yang mesti diingat, apabila ada orang menawarkan anak bekerja ke Malaysia, bertanya dulu dengan Disnakertrans. Kemudian, jangan mudah percaya terhadap janji manis bekerja di negeri jiran.
Jumat, 23 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar