Minggu, 18 Januari 2009

Tantangan Terbesar di Awal Tahun

Rosadi Jamani
Koruptor Yayasan Bestari (YB) is back (kembali). Kasus ini mencuat heboh di tahun 2003. Penuh drama bagi wartawan yang menggarap kasus itu. Ada wartawan yang hampir mati dipelasah preman. Yang namanya intimidasi seperti sarapan pagi ketika itu. Maklum, yang terlibat di YB itu adalah pesohor utama negeri Mempawah. Mantan bupati serta pimpinan Dewan harus merasakan pengap dan sumpeknya penjara. Sementara, 45 anggota Dewan yang menikmati dana haram itu, masih tebang pilih dijebloskan ke penjara.
Seiring berjalannya waktu, kasus tersebut sempat meredup beberapa tahun. Proses hukumnya sangat panjang dan berliku. Sampai-sampai masyarakat sempat lupa dan tidak peduli kisah itu. Tiba-tiba di akhir 2008 dan memasuki tahun 2009, kasus korupsi paling heboh di daerah ini, muncul kembali. Dua orang koruptor sudah dieksekusi, dijebloskan ke balik jeruji. Sebentar lagi, tiga mantan pimpinan Dewan menunggu jemputan untuk menjadi penghuni hotel prodeo. Setelah itu, barulah giliran sisa dari 45 mantan wakil rakyat atau yang masih aktif sampai saat ini.
Seiring perjalanan waktu, dan semakin baiknya nilai indeks korupsi Indonesia, sisa tikus-tikus pengerat uang rakyat itu pasti semakin terjepit. Dulu, mereka mungkin tertawa lebar ketika menghadapi kejaksaan dan pengadilan. Dua institusi hukum ini mudah dijinaknya dengan lembaran uang. Jaksa maupun hakim sangat mudah untuk diajak berkolaborasi. Buktinya, para mantan wakil rakyat atau masih aktif masih terbahak-bahak tertawa di hadapan publik, seolah-olah tidak ada beban. Lucunya lagi, justru mereka para penilep uang rakyat paling pandai ngomongin pemberantasan korupsi. Apalagi sebentar lagi Pemilu 2009, mereka jualan “kecap” ke masyarakat akan mendorong tegaknya hukum dan siap mendukung pemberantasan korupsi. Lempar batu sembunyi tangan.
Sekarang, tidak lagi. Kejaksaan dan pengadilan yang dulu menjadi markas utama mafia hukum, mungkin sudah tidak ada lagi. Dua lembaga itu sedang berusaha membangun image bobrok sepanjang tahun 2008. Dua lembaga itu sedang berbenah membersihkan diri dari pengaruh jahat.
Kita masih belum melupakan kisah jaksa Urip yang membuat image kejaksaan berada di titik terendah. Kasus tersebut benar-benar membuat lembaga yang kerjaannya menuntut para penjahat itu sangat dipermalukan oleh orangnya sendiri. Kasus tersebut rasanya sudah membuat kejaksaan sadar diri. Saatnya untuk memperbaiki citra paling buruk itu. Caranya, memburu para koruptor dan menuntutnya dengan hukuman seberat-beratnya.
Begitu juga pengadilan, banyak hakim yang justru membuat jelek citra pengadilan. Banyak yang dimutasikan bahkan dibebastugaskan karena ada main mata dengan pihak terdakwa. Inilah saatnya juga bagi pengadilan untuk membuktikan diri ke masyarakat bahwa pengadilan dulu dan sekarang, beda. Yang sekarang jauh lebih baik dibandingkan dulu. Apalagi Majelis Agung (MA) baru saja memilih Hakim Agung yang baru. Pasti semangat baru untuk menegakkan keadilan akan muncul.
Kembali ke kasus YB yang telah menggeroti uang rakyat ratusan juta rupiah itu, para pelakunya sudah sepantasnya dijebloskan ke penjara. Terlalu banyak kesalahan yang mereka perbuatan di mata rakyat. Mereka sudah makan uang haram, tapi di mata masyarakat berlaga seperti orang hebat, orang baik, orang bersih, orang peduli rakyat dan sebagainya. Inilah sifat orang munafik. Di mata masyarakat terlihat baik, tapi kenyataannya mereka adalah koruptor ulung. Kenapa disebut ulung. Bayangkan, dari tahun 2003, sampai saat ini baru dua orang yang dijebloskan ke penjara. Sisanya berarti koruptor ulung yang sudah membuat hukum di negeri ini bertekuk lutut.
Munculnya kembali kasus YB merupakan tantangan terberat bagi lembaga hukum seperti kejaksaan dan pengadilan. Jika ingin masyarakat percaya terhadap lembaga hukum itu, sekaranglah saatnya untuk menjebloskan para koruptor itu ke penjara. Jika ini tidak dilakukan, dan berakhir dengan ketidakjelasannya, itu artinya kejaksaan dan pengadilan memang tidak pernah berubah. Tidak pernah berubah dari kebobrokan.

1 komentar:

  1. INI BUKTINYA : PUTUSAN SESAT PERADILAN INDONESIA

    Putusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan demi hukum atas Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha.
    Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
    Sebaliknya, putusan PN Surakarta No. 13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal
    di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasimelakukan suap di Polda Jateng.
    Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi dan menyesatkan masyarakat, sambil berlindung di bawah 'dokumen dan rahasia negara'. Maka benarlah statemen KAI : "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap". Bukti nyata moral sebagian hakim negara ini sudah sangat jauh sesat terpuruk dalam kebejatan.
    Quo vadis hukum Indonesia?

    David
    (0274)9345675

    BalasHapus