Jumat, 16 Januari 2009

Puncak Kemarahan

Oleh Rosadi Jamani
Sudah berapa banyak kasus korupsi tidak jelas rimbanya. Sudah berapa banyak penilep uang rakyat yang sudah ditetapkan sebagai tersangka bebas berkeliaran. Kalbar telah menjadi surganya para koruptor. Menumpuknya kasus korupsi di kejaksaan yang tidak tahu apakah diproses atau tidak, membuat berbagai elemen masyarakat Kabupaten Sanggau melampiaskan puncak kemarahan dengan menduduki Kantor Kejaksaan Negeri, 3 Desember 2008. Mereka menuntut, kasus dugaan korupsi menimpa mantan Bupati Sanggau, Yansen Akun Effendy diusut tuntas. Kasus tersebut sudah lama dilaporkan ke kejaksaan, tapi kejaksaan belum memperlihatkan kemajuan mengusut kasus tersebut.
Apakah masyarakat yang menduduki kantor kejaksaan itu pantas disalahkan? Tergantung dari mana kita melihatnya. Kalau kita melihat berdasarkan berbagai kasus korupsi yang tidak jelas penanganannya, tindakan tersebut mungkin bisa dibenarkan. Warga marah karena kejaksaan selalu banyak alasan. Selalu bilang sedang diproses. Tapi, sampai kapan, tidak ada target waktu yang jelas. Dengan berlarut-larutnya penanganan kasus korupsi itu menimbulkan kecurigaan besar di tingkat masyarakat. Jangan-jangan kejaksaan ada main mata dengan terlapor. Atau, jangan-jangan kejaksaan sudah mendapatkan uang sogokan. Berbagai macam kecurigaan warga muncul apabila kasus korupsi tidak jelas ujungnya. Ketika kecurigaan itu membuncah, amarah tidak bisa lagi terbendung, sangat wajar apabila elemen masyarakat Sanggau itu menggelar unjuk rasa di depan kantor kejaksaan. Sangat wajar apabila warga marah dengan melampiaskan membunuh seorang babi simbol perlawanan terhadap pemberantasan korupsi.
Kalau kita melihat dari penegakan hukum, tindakan menduduki kantor kejaksaan, memang tidak dibenarkan. Ini artinya tidak memercayai kinerja lembaga hukum. Kemudian, tindakan demikian juga ada penekanan (pressure) yang bisa membuat aparat kejaksaan bekerja tidak objektif. Yang mengemuka bukan proses hukumnya, melainkan tekanan politik. Dikhawatirkan, penanganan hukum menjadi kabur. Belum tentu orang yang terlapor itu benar melakukan tindakan korupsi.
Lain kepala, akan lain memandang kasus pendudukan kantor kejaksaan itu. Terlepas dari itu semua, yang jelas ini sebuah fakta terhadap pemberantasan korupsi. Semua publik Kalbar pasti mengatakan bahwa kinerja kejaksaan atau kepolisian lemah terhadap pemberantasan korupsi. Orang sudah tahu, mantan orang pertama di provinsi ini telah ditetapkan sebagai tersangka. Tapi, faktanya sampai sekarang orang yang menjadi tersangka masih bebas berkeliaran. Masih banyak tersangka lain yang tetap tertawa terbahak-bahak di tengah masyarakat. Lebih parah lagi, terdakwa korupsi justru divonis bebas (kasus Aji Komputer) oleh hakim. Penegakan hukum di negeri ini memang lucu-lucu. Kelucuan tersebut menimbulkan apatisme mendalam di tingkat masyarakat apabila ada persoalan korupsi. Antara kejaksaan dan pengadilan negeri sudah sering membuat masyarakat kecewa. Lembaga penegak hukum tersebut bukannya berlomba membuat prestasi membanggakan, tapi malah berlomba membuat prestasi buruk.
Anehnya, kejaksaan sepertinya tidak ingin membuat prestasi besar. Kejaksaan sepertinya tidak ingin dipuja dan disayang masyarakat. Sebaliknya, kejaksaan malah membuat masyarakat tidak percaya. Ketidakpercayaan masyarakat justru dibuat oleh kejaksaan sendiri. Jika kejaksaan tidak memperbaiki diri, memperlihatkan prestasi membanggakan, ke depannya, orang semakin tidak percaya kepada lembaga hukum itu. Jika ini terjadi, berarti kiamat besar bagi penegakan hukum di negeri ini. Jangan salahkan masyarakat jika main hakim sendiri. Jangan salahkan rakyat apabila sewaktu-waktu kantor kejaksaan didemo atau diduduki warga. Jangan salahkan warga apabila kejaksaan menjadi tempat lemparan telur busuk warga.
Kita berharap kejaksaan mau berbenah diri demi supremasi hukum. Sudah lama masyarakat merindukan keadilan. Sudah lama mendambakan kejaksaan yang tidak pandang bulu. Sudah lama kita mengharapkan kejaksaan yang berani, tidak takut kepada pejabat tinggi atau kepada siapa saja. Berprestasilah untuk masyarakat yang mencintai hukum. Jangan membuat prestasi yang justru membuat warga semakin marah. Hukum tidak bisa ditegakkan kalau penegak hukum justru tidak mau menegakkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar