Jumat, 16 Januari 2009

Berkorban dan Dikorbankan

Oleh Rosadi Jamani
Kemarin (8/12/08) seluruh umat Islam di dunia merayakan Hari Raya Iduladha 1429 H. Pada hari itu juga jutaan umat Islam dari segala penjuru dunia melaksanakan ibadah haji di tanah suci Mekah. Pada momen itu juga jutaan sapi, kambing atau domba dikorbankan. Daging hasil korban hewan itu akan disumbangkan untuk orang miskin dan anak yatim.
Inti dari hari besar Islam itu adalah semangat berkorban. Kita tidak bisa melupakan bagaimana hebatnya pengorbanan Nabi Ibrahim yang akan mengorbankan anaknya, Ismail dengan cara disembelih seperti halnya kita menyembelih kambing. Bisa dibayangkan, Ismail, anak paling dicintai Ibrahim, anak paling saleh, harus disembelih demi menjalankan perintah Allah. Nabi Ibrahim harus menutup seluruh perasaan sayangnya demi menjalankan perintah Allah. Nabi Ibrahim harus membuat seluruh perasaan tidak enak, perasaan berdosa, perasaan sayang hanya untuk menunaikan perintah Allah. Nabi Ibrahim tetap harus menyembelih Ismail.
Hebatnya, sebagai anak Ismail bukannya ketakutan atau lari dari ancaman penyembelihan itu. Dia malah dengan ikhlas menyerahkan seluruh jiwa dan raganya demi memenuhi permintaan ayahnya yang berasal dari perintah Allah. Upacara penyembelihan itupun digelar. Kedua insan pencinta Allah, tanpa ragu-ragu menggelar upacara tersebut. Kepala Ismail diletakkan di atas batu besar dengan mata tertutup.
Sementara Nabi Ibrahim siap mengayunkan pedang tajamnya ke arah leher anak kesayangannya itu. Begitu mata pedang menyentuh leher Ismail, justru bukan lehernya yang putus, melainkan seekor domba. Allah telah mengganti Ismail dengan seorang domba. Peristiwa inilah yang kemudian diabadikan umat Nabi Muhammad sebagai peristiwa korban.
Berkorban sapi atau kambing tidak bisa dilakukan orang miskin. Yang mampu berkorban adalah orang-orang yang memiliki kelebihan harta. Berkorban mendapatkan ganjaran besar dari Allah. Kenapa? Di dalamnya sangat sarat dengan sentuhan dan dimensi sosial. Orang kaya bisa berbagi menyenangkan hati orang miskin dengan memberinya daging. Maklum saja, orang miskin biasanya jarang ketemu daging dalam sebulan. Sementara orang kaya, daging merupakan menu setiap hari. Lewat momen inilah, orang kaya bisa memberikan rasa sedikit rasa gembira terhadap penderitaan orang miskin.
Satu hal yang patut dicatat dalam momen berkorban adalah menumbuhkan rasa ikhlas atau pasrah kepada Allah. Kita dilatih untuk ikhlas ketika memberi. Kita dilatih untuk tidak ada niat lain selain berkorban untuk membantu sesama. Orang yang berkorban dengan niat tulus atau ikhlas, yakinlah perbuatan itu akan diterima Allah. Hewan yang disumbangkan juga ikhlas diterima orang miskin dengan ucapan doa keselamatan kepada orang yang memberi. Dalam persoalan inilah orang sering terjebak, berkorban tapi dengan niat tidak ikhlas.
Kita banyak menyaksikan orang berkorban dengan niat agar bisa dipuji. Harapannya, agar orang yang menerima daging korban tidak melupakannya saat Pemilu atau Pilkada. Berkorban dengan memotong dua ekor sapi (misalnya) di dalam sebuah gang atau desa dengan harapan warga bisa mencoblos namanya saat Pemilu 2009. Niat seperti ini yang dikatakan tidak ikhlas. Berkorban bukan semata-mata atas perintah Allah, melainkan untuk mencari popularitas dan simpati masyarakat.
Jika niat tidak ikhlas, Allah tidak akan memberikan ganjaran seperti dijanjikannya. Kita tentu tidak mau, sebuah bantuan yang mengandung dimensi sosial itu tidak berarti di mata Allah. Memang sangat sulit untuk menanamkan keikhlasan dalam diri pribadi. Hanya orang-orang yang kuat iman bisa melakukannya.
Kita berharap, orang yang mengorbankan ribuan sapi dan kambing adalah orang-orang ikhlas. Orang-orang yang tidak menerima pamrih di balik pemberiannya. Ikhlas adalah kunci dari seluruh ibadah kepada Allah. Tidak hanya itu, juga dalam setiap bersosialisasi dengan masyarakat. Seorang pemimpin mesti ikhlas terhadap setiap kebijakannya. Begitu juga rakyat, mesti ikhlas dalam menerima pembangunan. Sesuatu pekerjaan yang tidak ikhlas ketika dikerjakan, yakinlah pekerjaan itu bukannya mendatangkan manfaat melainkan malapetaka buat pribadi maupun orang lain.

1 komentar:

  1. Alhamdulillah moga artikel ni lebih bermanfaat dan berguna .....tuk bekal menjalani hidup yang sesaat ni....Amin

    BalasHapus