Oleh Rosadi Jamani
Satu kunci Indonesia bisa lepas dari ketergantungan negara asing adalah mandiri. Negara yang selalu bergantung pada negara lain pasti akan sulit maju. Begitu juga daerah, apabila selalu menadahkan tangan pada pemerintah pusat, akan sulit maju. Tidak ada cara lain bagi daerah agar bisa maju dengan cara bekerja keras memanfaatkan seluruh potensi secara mandiri.
Bagaimana cara daerah bisa mandiri? Salah satu cara adalah melatih masyarakat serta memanfaatkan potensi secara maksimal dan mandiri. Harus diakui, akibat tingginya ketergantungan negara kita kepada negara luar memberikan pengaruh besar bagi mental warga negaranya. Justru membuat masyarakat manja dan tidak mandiri. Negara suka menggantungkan diri, demikian juga warganya. Pemerintah daerah suka menggantungkan diri pada pemerintah pusat, begitu juga warganya. Belum lagi banyak program pemerintah selama ini bukan membuat masyarakat mandiri, malah senang berpangku tangan. Sebagai contoh, program subsidi pemerintah, memang di satu sisi sangat meringankan beban orang kecil, tapi di sisi lain itu justru membuat tidak mandiri. Contoh lagi, program Bantuan Tunai Mandiri (BLT) memang secara instant dapat meringankan beban orang miskin, tapi di balik semua itu justru membuat masyarakat miskin tidak mandiri. Malah, BLT semakin membuat masyarakat senang berpangku tangan. Dan, membuat masyarakat miskin besar kepala sehingga senantiasa menadahkan tangan
Saya tertarik dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Dulu, program ini dinamakan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Saya pikir konsep tersebut sama halnya dengan program pemerintah lainnya. Tiba-tiba jalan di suatu desa dibangun tanpa mengomunikasikan dengan di wilayah masyarakat tersebut. Lalu, dibangun dengan mendatangkan peralatan dan pekerja dari luar. Selesai, main tinggal begitu saja. Soal urusan, bukan dengan perangkat dan warga desa, melainkan hanya kepada Dinas Pekerjaan Umum (PU). Soal nanti bagaimana kualitas proyek tersebut, tidak ada persoalan dengan warga.
Sementara PNPM Mandiri P2KP justru sebaliknya. Program itu memang dari pemerintah, tapi penjajakan kebutuhan dari awal sampai akhir serta mengerjakan, mengawasi dan merawatnya adalah masyarakat. Inilah yang dinamakan mandiri. Dana memang tidak disiapkan masyarakat, tapi upaya untuk mendapatkan dana itu justru dilakukan masyarakat. Mereka diajarkan membuat proposal (pengajuan) soal pendanaan. Segala permintaan warga diinventarisir sehingga tertuang dan tersusun di dalam Program Jangka Menengah (tiga tahun) penanggulangan kemiskinan (PJM Pronangkis) desa.
Mereka juga diajarkan proyek apa saja yang sangat dibutuhkan dengan memanfaatkan potensi dan kemampuan warga desa tersebut. Misalnya, penyediaan air bersih dengan memanfaatkan sumber air yang dimiliki, membuat jembatan dan jalan, membuat Mandi Cuci Kakus (MCK), taman kanak-kanan (TK), usaha kerajinan, listrik tenaga mikro hydro, dan sebagainya.
Untuk lebih jelas, saya contohkan proyek penyediaan air bersih di Desa Suka Maju Kecamatan Sungai Betung Kabupaten Bengkayang. Proyek ini buah dari PNPM Mandiri P2KP. Agar masyarakat terberdayakan, dari program itu diutus beberapa relawan untuk mengajarkan masyarakat memanfaatkan potensi desa yang dimilikinya. Masyarakat diajak rapat dan mengutarakan apa keinginan mendesak untuk dibangun di daerahnya. Segala permintaan warga diinventarisir. Setelah apa yang dikehendaki masyarakat terkumpul, lalu munculah kebutuhan untuk mendapatkan air bersih (bukan keinginan pipanisasi dengan air yang mengalir sampai di rumah). Soalnya, masyarakat Desa Suka Maju sering kekurangan air bersih apabila musim panas. Mereka kadang harus menuruni sungai yang dalam untuk mendapatkan air. Kadang, air sungai juga tidak bersih.
Selain persoalan itu, di desa tersebut ada potensi air bersih yang belum digarap. Potensi tersebut berupa air terjun yang tidak pernah berhenti mengalir. Cuma, jarak dari Desa Suka Maju ke lokasi air terjun tersebut cukup jauh. Air itu bisa dialirkan ke desa apabila disalurkan lewat jaringan pipa. Usulan itu disepakati, lalu masyarakat sendiri yang membuat proposal berikut berapa banyak pipa dibutuhkan, semen, pasir, kran air, batu dan berbagai material lainnya. Termasuk juga berapa jumlah dana yang dibutuhkan untuk menggarap proyek tersebut. Pihak relawan akan mengajarkan bagaimana cara membuat proposal yang baik dan benar. Pengajaran ini penting agar ke depannya masyarakat bisa membuat sendiri proposal untuk pembangunan potensi desa yang lain.
Proposal itu diajukan kepada Unit Pengelola Lingkungan(UPL) untuk mendapatkan persetujuan Lembaga Pimpinan Kolektif (BKM/LKM) desa setempat. Jika usulan tersebut layak untuk didanai maka uang akan ditransfer ke rekening panitia pelaksana kegiatan (KSM) tentunya setelah ditinjau lapangan tentang kelayakan pembangunannya oleh perwakilan BKM/LKM bersama UPL. Begitu dana cair, masyarakat sendiri langsung bergerak mengerjakan proyek itu. Mereka kerjakan secara gotong royong. Sementara pihak relawan dan BKM hanya mengawasi. Mereka kerjakan proyek sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sendiri. Jika ada kesulitan, pihak relawan akan membantu. Sampai proyek itu selesai dan nikmati, masyarakat desa itulah yang mengerjakannya. Satu hal lagi, masyarakat juga yang merawatnya. Inilah yang dikatakan dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.
Proyek penyediaan air bersih itu hanya butuh dana Rp 26 juta. Padahal, kalau proyek itu dikelola pemerintah daerah bisa ratusan juta. Maklum, proyek dikelola pemerintah daerah biasanya berbelit-belit dan berliku-liku. Mulai dari Musrenbang, digodok di panitia anggaran eksekutif, diajukan ke Dewan, lalu dibahas bersama Dewan, diparipurnakan untuk diketok palu, menunggu persetujuan dari pemerintah provinsi, dimasukkan dalam lembaran daerah. Kemudian, ditenderkan, dikerjakan tanpa melibatkan desa, pekerjaan selesai. Soal perawatan itu bukan urusan pemerintah lagi. Prosesnya sangat panjang, butuh waktu dan uang besar. Padahal, hasilnya belum tentu sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat. Banyak proyek serupa di berbagai daerah yang pipanya tidak dialiri air. Pipa dan bak air terbengkalai. Uang habis tanpa ada memberikan manfaat. Masyarakat merasa tidak memiliki. Bahkan, melakukan protes kepada pemerintah.
PNPM Mandiri sangat berbeda dan memang bisa menumbuhkan kemandirian di tingkat masyarakat. Dalam prosesnya sangat terbuka, transparan, tidak ada penyimpangan dan berjalan sesuai apa yang dihendaki masyarakat. Pertanggungjawabannya adalah masyarakat sendiri. Sebab, mereka sendiri yang mengerjakan dan menikmatinya.
Alangkah indahnya, apabila setiap program pemerintah yang masuk ke desa dilakukan menurut ala PNPM Mandiri. Kita berharap program yang bisa menumbuhkan kemandirian itu ditiru pemerintah daerah. Tujuannya, agar proyek benar-benar bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Tidak ada lagi proyek terbengkalai tanpa manfaat. Dengan kemandirian membuat daerah ini kuat dan memiliki harga diri. Selama masih senang mengandalkan tenaga orang luar, sampai kapanpun daerah ini tetap terbelakang, tidak maju-maju, statis.*
Jumat, 16 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar