Rosadi Jamani
Kalbar sudah lama menjadi surganya para koruptor. Para pejabat tinggi di daerah ini tanpa sungkan-sungkan untuk menilep uang rakyat. Mereka tidak takut gertak sambal kepolisian ataupun kejaksaan. Soalnya, mereka lebih banyak takutnya. Sebagai bukti, sejumlah pejabat yang jelas-jelas sebagai tersangka, sampai saat ini tidak jelas seperti apa proses hukumnya. Sampai-sampai masyarakat lupa atau apatis apabila ada kasus korupsi menimpa pejabat tinggi.
Pada 16 Desember 2008 lalu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), M Jasin mengunjungi Kalbar. Di hadapan para wartawan, dia melaporkan, sekitar 400-an kasus dugaan korupsi asal Kalbar sudah dilaporkan ke KPK. Itu artinya, laporan tersebut akan diproses. Siap-siap para koruptor yang selama ini memandang remeh hukum tidak akan berkutik lagi. Jangan-jangan mulai bekemas untuk mengamankan diri atau harta benda.
Bisa dibayangkan ada 400-an kasus dugaan korupsi yang telah dilaporkan masyarakat ke KPK. Itu artinya ada sekitar 400-an koruptor berkeliaran di luar sana. Kali ini mereka bakalan wajah mereka tidak lagi secerah di tahun ini atau tahun sebelumnya. Diperkirakan tahun 2009 seiring semakin gencarnya pemerintah menumpas gerombolan penilep uang rakyat, mereka itu akan diseret ke meja hijau. Perlu diingat, reputasi KPK sampai saat ini masih tinggi. Diperkirakan untuk tahun berikutnya, sepak terjang KPK tidak hanya di ibukota melainkan melebarkan sayap ke daerah.
Wacana untuk mendirikan KPK di seluruh provinsi semakin menguat. Itu artinya, gerak para koruptor semakin sempit. Daerah juga tidak lagi menjadi lahan basah untuk menghabisi uang negara yang bersumber dari jerih payah rakyat. Cuma, kita sepertinya harus menunggu action tersebut.
Kenapa KPK mesti turun ke daerah? Itu sebuah indikasi jelas bahwa lembaga kejaksaan dan kepolisian tidak piawai menggarap kasus korupsi. Dua lembaga itu lebih cocok menggarap kriminal biasa. Kasus korupsi apa yang telah digarap dua lembaga hukum itu yang bisa memuaskan masyarakat. Kalaupun ada kasus korupsi yang sempat divonis, lihat dulu siapa pelakunya. Paling pegawai biasa, bukan pejabat tinggi.
Masyarakat sudah lama mendambakan KPK untuk hadir di Kalbar. Karena, hanya lembaga itulah satu-satunya yang masih dipercaya masyarakat untuk memberantas para tikus-tikus berbadan gemuk itu. Kejaksaan yang semestinya bisa memainkan peran penting dalam pemberantasan korupsi, justru di mata masyarakat jauh dari harapan. Yang terjadi, malah masyarakat banyak kecewa dengan kejaksaan dalam pemberantasan korupsi.
Korupsi sudah lama mendarah daging di dalam tubuh pemerintahan. Sangat sulit untuk dihapuskan selama lembaga hukum tidak serius memberantasnya. Sebagai bukti korupsi sudah mendarah daging, ajukan saja proposal untuk sebuah kegiatan besar dengan nilai Rp 50 juta. Apabila proposal diterima, yakinlah dana yang diterima panitia tidak utuh Rp 50 juta, melainkan di bawah itu. Bisa-bisa tinggal Rp 40 juta saja. Ke mana Rp 10 jutanya. Taruhlah di dalam Rp 10 juta itu ada uang untuk bayar pajak, tapi tidak mungkin sampai sebesar itu. Kita yakin, dana yang dipotong itu adalah untuk kepala dinas, kepala bagian, dan orang yang mengurus pencairan dana tersebut.
Apabila panitia yang semestinya menerima Rp 50 juta tidak menuruti pemotongan oleh kepala dinas, yakinlah di tahun akan datang, proposalnya tidak diterima. Aksi pemotongan dana ini sudah hal lumrah di dalam dunia birokrasi. Jangan heran, apabila ada sebuah kegiatan yang menggunakan dana APBD, tidak sesuai dengan realitasnya. Dananya besar tapi realisasi kegiatan tidak mencerminkan dana yang besar itu.
Praktik pemotongan anggaran ini salah satu praktik korupsi yang sulit untuk diberantas. Apabila diperiksa, semua sesuai prosedur. Tidak ada satupun uang keluar yang tidak bukti kuitansinya. Semua ada tanda tangan dan cap stempel.
Kita berharap KPK cepat melebarkan sayap ke daerah. Dengan harapan tidak ada lagi aksi pemotongan anggaran dan mark up anggaran. Para penilep uang rakyat sudah saatnya untuk dibasmi. Mereka telah menyengsarakan rakyat. *
Jumat, 16 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar